Sabtu, 17 November 2012

Aurat Muslimah dalam Interaksi Sosial


              Muslimah adalah salah satu makhluk Allah yang paling istimewa. Kenapa? Karena banyak kekhususan (spesialisasi) yang diberikan kepadanya dan tidak diberikan kepada laki-laki. Di antaranya, muslimah diberikan keistimewaan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui. Bahkan, secara khusus, dalam Alquran terdapat satu surah yang bernama An-Nisaa`, yang bermakna para muslimah. Surah ini terdiri atas 176 ayat dan masuk dalam kategori surah Madaniyyah, yang diturunkan di Madinah. Surah ini merupakan yang terpanjang dalam kategori Madaniyah sesudah surah Al-Baqarah.....

        Menurut Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'i (150-204 H), batas aurat muslimah adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangan. Mayoritas ulama juga menyepakatinya. Lalu sampai batas mana, khususnya bagi muslimah untuk diperkenankan atau diperbolehkan membuka auratnya? Apakah saat sendirian, di hadapan suaminya, anggota keluarganya, atau lainnya?
     
Melihat diri sendiri
Dalam hal melihat dirinya sendiri, Imam Hanafi dan Hanbali menyatakan, orang yang sudah mukallaf --sudah terkena kewajiban mendirikan shalat dan ibadah fardhu lainnya atau dewasa--tidak boleh membuka auratnya di samping orang yang tidak dihalalkan untuk melihatnya. Begitu juga kalau sendiri, kecuali karena darurat seperti buang air besar atau kecil atau mandi.

Imam Syafi'i dan Maliki menyatakan, melihat aurat sendiri tidak haram, tetapi hukumnya makruh, kecuali dalam keadaan darurat sehingga diperbolehkan.

Bersama Muhrim
Ulama mazhab berbeda pendapat tentang anggota badan yang wajib ditutupi dari pandangan muhrimnya yang laki-laki selain suaminya. Sedangkan sesama muslimah yang merupakan familinya, masih diperbolehkankan, namun masih dalam batas kewajaran sebagaimana surah An-Nuur ayat 31.

Menurut Hanafi dan Syafi'i, bila berada di hadapan muhrimnya, mereka diwajibkan menutupi aurat antara pusar dan lutut. Sedangkan Maliki dan Hambali menyatakan, bila dihadapan sesama muslimah wajib ditutupi antara pusar dan lutut sedagkan di hadapan muhrimnya yang laki-laki adalah seluruh badannya kecuali bagian yang ujung-ujungnya seperti kepala dan dua tangan.

Di hadapan Laki-laki lain
Seorang muslimah, apabila berada di hadapan laki-laki lain selain suami dan anggota muhrimnya, maka ia wajib menutup seluruh badannya. Dan para ulama telah menyepakati hal ini. Mereka berpandangan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, bahwa muslimah itu adalah aurat.

Dan bila berada di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya ini, maka anggota badan yang boleh terlihat hanyalah muka dan dua telapak tangan. ''Dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasan kecuali yang biasa nampak, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya hingga ke dadanya.'' (QS An-Nuur: 31).

Pandangan ini berlaku dalam setiap kesempatan, baik di rumah, bertetangga, maupun saat berinteraksi sosial dengan masyarakat umum.

Dr Yusuf al-Qaradhawi, menyatakan, Islam tidak melarang hubungan laki-laki dan muslimah. Namun demikian, kata dia, Islam mengajarkan etika dan adab yang harus dipatuhi dalam pergaulan tersebut, yakni bagi seorang muslimah hendaknya menutup auratnya dan memakai pakaian yang sopan, yakni longgar dan tertutup (tidak menampakkan anggota tubuh).

Sementara itu, Abdul Halim Abu Syuqqah, menyatakan muslimah diperbolehkan berinteraksi sosial namun mereka memiliki kewajiban untuk mematuhi adab, etika, dan moral, dalam pergaulan. Adab pergaulan itu antara lain, menutupi auratnya kecuali wajah, tangan, dan kaki; sederhana dalam berpakaian; menggunakan pakaian yang longgar dan tidak transparan; berbeda dengan pakaian laki-laki; dan berbeda dengan wanita non-Muslim. Waallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar